Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesis lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (Wigand, 2006).
Bahan utama rokok adalah tembakau, dan setelah dibakar, asap rokok mengandung lebih dari 4000 zat-zat yang membahayakan kesehatan. Kandungan utama pada tembakau adalah tar, nikotin, dan CO. Selain itu, dalam sebatang rokok juga mengandungi bahan-bahan kimia lain yang juga sangat beracun.
1) Nikotin
Komponen ini terdapat di dalam asap rokok dan juga di dalam tembakau yang tidak dibakar. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf, juga menyebabkan tekanan darah sistolik dan diastolik mengalami peningkatan. Denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian oksigen bertambah, aliran darah pada pembuluh koroner bertambah, dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Nikotin meningkatkan kadar gula darah, kadar asam lemak bebas, kolesterol LDL, dan meningkatkan agregasi sel pembekuan darah. Nikotin memegang peran penting dalam ketagihan merokok (Sitepoe, 2000).
2) Tar
Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Tar merupakan suatu zat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan nafas dan juga dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal (Fauci et al., 2008).
Tar hanya dijumpai pada rokok yang dibakar. Eugenol atau minyak cengkeh juga diklasifikasikan sebagai tar. Di dalam tar, dijumpai zat-zat karsinogen seperti polisiklik hidrokarbon aromatis, yang dapat menyebabkan terjadinya kanker paru-paru. Selain itu, dijumpai juga N nitrosamine di dalam rokok yang berpotensi besar sebagai zat karsinogenik terhadap jaringan paru-paru (Sitepoe, 2000).
Tar juga dapat merangsang jalan nafas, dan tertimbun di saluran nafas, yang akhirnya menyebabkan batuk-batuk, sesak nafas, kanker jalan nafas, lidah atau bibir (Jaya, 2009).
"Tar" adalah istilah baru, istilah yang digunakan untuk menggambarkan bahan kimia beracun yang ditemukan dalam rokok. Konsentrasi tar dalam rokok terbagi menjadi tiga tingkat:
1. High-tar rokok mengandung sedikitnya 22 miligram (mg) dari tar
2. Medium-tar rokok dari 15 mg sampai 21 mg
3. Rendah-tar rokok 7 mg atau kurang dari tar
Filter rokok pertama kali ditambahkan untuk rokok pada tahun 1950 ketika diketahui bahwa tar dalam rokok berpotensi pada peningkatan risiko kanker paru-paru. Idenya adalah bahwa filter akan menjebak tar, tetapi hasilnya tidak sebaik sebagaimana yang diharapkan. Racun masih terbentuk dan masuk ke paru-paru perokok.
Dalam bentuk padat, tar berwarna cokelat, lengket dan mudah menempel. Penyebab gigi seorang perokok menjadi cokelat. Bayangkan noda lengket itu menetap ke jaringan merah halus dari paru-paru.
Tar dapat hadir dalam semua rokok karena rokok dibakar, dan hisapan terakhir mengandung tar sebanyak dua kali lipat dibandingkan hisapan rokok pertama kali dibakar.
Tar dalam asap rokok melumpuhkan silia di paru-paru, dan berkontribusi terhadap penyakit paru-paru seperti emfisema, kronis bronkitis, dan kanker paru-paru.
3) Karbon Monoksida
Karbon monoksida (CO) adalah gas beracun yang mempunyai afinitas kuat terhadap hemoglobin pada sel darah merah, ikatan CO dengan haemoglobin akan membuat haemoglobin tidak bisa melepaskan ikatan CO dan sebagai akibatnya fungsi haemoglobin sebagai pengangkut oksigen berkurang, sehingga membentuk karboksi hemoglobin mencapai tingkat tertentu akan dapat menyebabkan kematian (Triswanto, 2007).
Gas ini bersifat toksik dan dapat menggeser gas oksigen dari transport hemoglobin. Dalam rokok, terdapat 2-6% gas karbon monoksida pada saat merokok, sedangkan gas karbon monoksida yang diisap perokok paling rendah 400 ppm (part per million) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi-hemoglobin dalam darah sejumlah 2-16%. Kadar normal karboksi-hemoglobin hanya 1% pada bukan perokok. Seiring berjalannya waktu, terjadinya polisitemia yang akan mempengaruhi saraf pusat (Sitepoe, 2000).
Beberapa Jenis Penyakit Akibat Merokok
1. Kanker paru-paru
Kanker ialah penyakit yang disebabkan pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel abnormal yang ada dibagian tubuh. Hubungan merokok dan kanker paru-paru telah diteliti dalam 4-5 dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara kebiasaan merokok, terutama sigaret, dengan timbulnya kanker paru-paru. Bahkan ada yang secara tegas menyatakan bahkan rokok sebagai penyebab utama terjadinya kanker paru-paru (Karyadi, 2002).
2. Jantung Koroner
Merokok terbukti merupakan faktor risiko terbesar untuk mati mendadak. Resiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Risiko ini meningkat dengan bertambahnya usia dan jumlah rokok yang dihisap (Karyadi, 2002).
3. Bronkitis
Bronkitis terjadi karena paru-paru dan alur udara tidak mampu melepaskan mucus yang terdapat di dalamnya dengan cara normal. Mucus adalah cairan lengket yang terdapat dalam tabung halus, yang disebut tabung bronchial yang terletak dalam paru-paru. Mucus beserta semua kotoran tersebut biasanya terus bergerak melalui tabung baronkial dengan bantuan rambut halus yang disebut silia. Silia ini terus menerus bergerak bergelombang seperti tentakel bintang laut, anemone, yang membawa mucus keluar dari paru-paru menuju ke tenggorokan. Asap rokok memperlambat gerakan silia dan setelah jangka waktu tertentu akan merusaknya sama sekali. Keadaan ini berarti bahwa seorang perokok harus lebih banyak batuk untuk mengeluarkan mukusnya. Karena sistemnya tidak lagi bekerja sebaik semula, seorang perokok lebih mudah menderita radang paru-paru yang disebut bronchitis (Karyadi, 2002).
4. Penyakit Stroke
Stroke adalah penyakit deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak serta menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu. Kejadian serangan penyakit ini bervariasi antar tempat, waktu, dan keadaan penduduk (Karyadi, 2002).
5. Hipertensi
Walaupun nikotin dan merokok menaikkan tekanan darah diastole secara akut, namun tidak tampak lebih sering di antara perokok, dan tekanan diastole sedikit berubah bila orang berhenti merokok. Hal ini mungkin berhubungan dengan fakta bahwa perokok sekitar 10-12 pon lebih ringan dari pada bukan perokok yang sama umur, tinggi badan dan jenis kelaminnya. Bila mereka berhenti merokok, sering berat badan naik. Dua kekuatan, turunnya tekanan diastole akibat adanya nikotin dan naiknya tekanan diastole karena peningkatan berat badan, tampaknya mengimbangi satu sama lain pada kebanyakan orang, sehingga tekanan diastole sedikit berubah (Bustan, 2007).
Menurut Bustan (2007) merokok dimulai sejak umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 10 tahun. Semakin awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok juga punya dose-response effect, artinya semakin muda usia merokok, akan semakin besar pengaruhnya terhadap risiko perubahan tekanan darah. Apabila perilaku merokok dimulai sejak usia remaja, merokok dapat berhubungan dengan tingkat arterosclerosis. Resiko kematian bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal merokok yang lebih dini.
DAFTAR PUSTAKA
Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Cetakan 2. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Fauci et al. 2008. Harrison’s Principle of Internal Medicine 17th ed. New York: Mc Graw-Hill, 1553-1558.
Harvey R.A., Champe P.C. 2009. Pharmacology 4th ed. China: Lippincott William & Wilkins.p.249-60.
Jaya, Muhammad, 2009. Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok. Yogyakarta: Riz’ma.
Karyadi. 2002. Hidup Bersama Penyakit Hipertensi, Asam Urat, Jantung Koroner. Jakarta: PT. Gramedia.
Sitepoe, Mangku, 2000. Kekhususan Rokok Di Indonesia Cetakan I. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Triswanto, Sugeng D. 2007. Stop Smoking. Jakarta: Progressive Books.
Tendra, H., 2003. Merokok dan Kesehatan. Diunduh dari laman: http://www.domeclinic.com/lifestyle/merokok-a-kesehatan.pdf pada hari Jumat, tanggal 23 Mei 2015 pukul 15.00 WIB
Wigand, J.S, 2006. Additives, Cigarette Design and Tobacco Product Regulation, Journal of Longwood University.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar